Pages

Senin, 17 Juni 2013

Program Kreativitas Mahasiswa: Rekreatif atau Kreatif?


Lulusan sebuah perguruan tinggi dituntut untuk memiliki academic knowledge, skill of thinking, management skill dan communication skill. Kekurangan atas salah satu dari keempat keterampilan/kemahiran tersebut dapat menyebabkan berkurangnya mutu lulusan. “
Kalimat tersebut dikutip dari Pedoman PKM. PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) adalah program yang sudah lama diselenggarakan oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarat (Ditlitabmas) Dirjen DIKTI – Kemdikbud. Padahal program tersebut selalu ditawarkan setiap tahun. Jenis kegiatan atau skim PKM meliputi:
1.    PKM-Penelitian (PKM-P),
2.    PKM-Penerapan Teknologi (PKM-T),
3.    PKM-Kewirausahaan (PKM-K),
4.    PKM-Pengabdian kepada Masyarakat (PKM-M),
5.    PKM-Penulisan Ilmiah (PKM-AI), dan
6.    PKM-Gagasan Tulisan (PKM-GT).
Apa pengertian dari masing-masing jenis PKM tersebut dapat dilihat pada pedoman PKM yang dipublikasikan Dirjen DIKTI di sini.
PKM memang menjadi salah satu cara Dirjen DIKTI untuk mengasah kreativitas mahasiswa melalui proses kompetisi. Ya, mahasiswa harus berjuang terlebih dahulu sebelum memperoleh hibah berupa bantuan biaya pelaksanaan kegiatan PKM. Mahasiswa mulai berjibaku dengan pembuatan proposal, dikirimkan ke Dirjen DIKTI melalui lembaga kemahasiswaan, lalu menunggu keputusan siapa pemenangnya. Pemenangnya memang ditetapkan oleh Dirjen DIKTI setelah memperolah masukan dari para reviewer yang memeriksa ribuan proposal dari seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Mahasiswa kreatif diharapkan makin banyak melalui ajang ini.
“Kemampuan berpikir dan bertindak kreatif pada hakekatnya dapat dilakukan setiap manusia apalagi yang menikmati pendidikan tinggi. Oleh karena, kreativitas merupakan jelmaan integratif 3 (tiga) faktor utama dalam diri manusia, yaitu: pikiran, perasaan dan keterampilan” –Pedoman PKM Dirjen DIKTI.
Sayangnya, program tersebut kurang atau memang tidak diminati oleh mayoritas mahasiswa UG. Hanya puluhan saja yang membuat proposal, dan yang akhirnya memenangkan hibahnya pun bisa dihitung dengan jari. Semoga ke depannya lebih baik lagi.
*****
Menjadi mahasiswa kreatif memang tidak harus melalui PKM, namun saat mahasiswa tidak punya ajang melatih kreativitasnya secara mandiri, apakah perguruan tinggi tidak akan menghasilkan lulusan yang kreatif?  Pertanyaan yang tidak mudah dijawab karena proses belajar-mengajar bersifat multi-aspek atau dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya mutu dosen, motivasi mahasiswa, kurikulum beserta metode mengajarnya, daya dukung sarana dan prasarana pembelajaran. Jadi rendahnya minat mengikuti PKM mungkin merupakan kesalahan atau tanggung jawab kolektif.
Namun, kondisi tersebut tidak harus membuat surut nyali atau hilang motivasi dalam mengejar kreativitas. Jika di ajang PKM masih belum saatnya, kegiatan kemahasiswaan di Universitas Gunadarma bisa dimanfaatkan. Seni, olahraga, kepedulian sosial, bahkan mata kuliah yang adaptif terhadap pengembangan softskill bisa dimanfaatkan sebagai ajang mengasah kreatifitas. Ya, kreativitas pun banyak ragam dan skalnya. Semuanya diawali dari niat kita masing-masing.
Harus diakui bahwa budaya membaca dan menulis masih menjadi masalah mendasar di perguruan tinggi. Apalagi budaya meneliti yang mungkin baru digeluti saat mendekati akhir studi. Kemampuan menulis dan meneliti sebenarnya bisa diintegasikan dalam proses perkuliahan. Toh, meneliti itu tidak harus dalam skala besar. Saat kita menyimak dengan seksama tentang apa yang ada atau terjadi di lingkungan, topik atau bahan riset pun bermunculan. Semoga proses perkuliahan bisa merangsang mahasiswa untuk peka terhadap berbagai masalah di masyarakat. Lebih jauh lagi, berusaha untuk mencari solusinya melalui berbagai program kreativitas mahasiswa.
Jika upaya itupun kurang berhasil, jangan-jangan, benar pula yang dikatakan oleh Prof Masrukhi tentang “Inilah Lima Wajah Mahasiswa Indonesia, seperti diberitakan oleh Kompas.com (28/9/2011). Lima wajah tersebut adalah idealis-konfrontatif, idealis-realistis, oportunis, professional, dan rekreatif. “Prof. Masrukhi menilai, saat ini banyak mahasiswa yang lebih berorientasi pada gaya hidup“. Duh, apakah memang kondisinya seperti itu? Masa mahasiswa datang ke kampus cuma untuk bergaya saja. Rasanya, masih ada mahasiswa yang benar-benar belajar dan berkeinginan untuk meningkatkan kemampuannya melalui pendidikan tinggi. Memang tersisa satu pertanyaan: Seberapa banyak yang seperti itu?

*****

Btw, saat memenangkan hibah PKM dan terpilih untuk mengikuti Pekan Ilmiah Mahasiswa Tingkat Nasional (PIMNAS), ajang kreativitas pun bisa diselingi rekreasi karena pelaksanaan PIMNAS biasanya di luar Jakarta.
Terakhir, setujukah Anda dengan sinyalemen bahwa mahasiswa itu lebih mengedepankan gaya hidup atau bersifat rekreatif saja?

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About