“Lulusan sebuah perguruan tinggi dituntut untuk memiliki academic knowledge, skill of thinking, management skill dan communication skill. Kekurangan atas salah satu dari keempat keterampilan/kemahiran tersebut dapat menyebabkan berkurangnya mutu lulusan. “
Kalimat tersebut dikutip dari Pedoman
PKM. PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) adalah program yang sudah lama
diselenggarakan oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada
Masyarat (Ditlitabmas) Dirjen DIKTI – Kemdikbud. Padahal program
tersebut selalu ditawarkan setiap tahun. Jenis kegiatan atau skim PKM
meliputi:
1. PKM-Penelitian (PKM-P),2. PKM-Penerapan Teknologi (PKM-T),
3. PKM-Kewirausahaan (PKM-K),
4. PKM-Pengabdian kepada Masyarakat (PKM-M),
5. PKM-Penulisan Ilmiah (PKM-AI), dan
6. PKM-Gagasan Tulisan (PKM-GT).
Apa pengertian dari masing-masing jenis PKM tersebut dapat dilihat pada pedoman PKM yang dipublikasikan Dirjen DIKTI di sini.
PKM memang menjadi salah satu cara
Dirjen DIKTI untuk mengasah kreativitas mahasiswa melalui proses
kompetisi. Ya, mahasiswa harus berjuang terlebih dahulu sebelum
memperoleh hibah berupa bantuan biaya pelaksanaan kegiatan PKM.
Mahasiswa mulai berjibaku dengan pembuatan proposal, dikirimkan ke
Dirjen DIKTI melalui lembaga kemahasiswaan, lalu menunggu keputusan
siapa pemenangnya. Pemenangnya memang ditetapkan oleh Dirjen DIKTI
setelah memperolah masukan dari para reviewer yang memeriksa ribuan
proposal dari seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Mahasiswa kreatif
diharapkan makin banyak melalui ajang ini.
“Kemampuan berpikir dan bertindak kreatif pada hakekatnya dapat dilakukan setiap manusia apalagi yang menikmati pendidikan tinggi. Oleh karena, kreativitas merupakan jelmaan integratif 3 (tiga) faktor utama dalam diri manusia, yaitu: pikiran, perasaan dan keterampilan” –Pedoman PKM Dirjen DIKTI.
Sayangnya, program tersebut kurang atau
memang tidak diminati oleh mayoritas mahasiswa UG. Hanya puluhan saja
yang membuat proposal, dan yang akhirnya memenangkan hibahnya pun bisa
dihitung dengan jari. Semoga ke depannya lebih baik lagi.
*****
Menjadi mahasiswa kreatif memang tidak
harus melalui PKM, namun saat mahasiswa tidak punya ajang melatih
kreativitasnya secara mandiri, apakah perguruan tinggi tidak akan
menghasilkan lulusan yang kreatif? Pertanyaan yang tidak mudah dijawab
karena proses belajar-mengajar bersifat multi-aspek atau dipengaruhi
oleh banyak faktor, misalnya mutu dosen, motivasi mahasiswa, kurikulum
beserta metode mengajarnya, daya dukung sarana dan prasarana
pembelajaran. Jadi rendahnya minat mengikuti PKM mungkin merupakan
kesalahan atau tanggung jawab kolektif.
Namun, kondisi tersebut tidak harus
membuat surut nyali atau hilang motivasi dalam mengejar kreativitas.
Jika di ajang PKM masih belum saatnya, kegiatan kemahasiswaan di
Universitas Gunadarma bisa dimanfaatkan. Seni, olahraga, kepedulian
sosial, bahkan mata kuliah yang adaptif terhadap pengembangan softskill
bisa dimanfaatkan sebagai ajang mengasah kreatifitas. Ya, kreativitas
pun banyak ragam dan skalnya. Semuanya diawali dari niat kita
masing-masing.
Harus diakui bahwa budaya membaca dan
menulis masih menjadi masalah mendasar di perguruan tinggi. Apalagi
budaya meneliti yang mungkin baru digeluti saat mendekati akhir studi.
Kemampuan menulis dan meneliti sebenarnya bisa diintegasikan dalam
proses perkuliahan. Toh, meneliti itu tidak harus dalam skala besar.
Saat kita menyimak dengan seksama tentang apa yang ada atau terjadi di
lingkungan, topik atau bahan riset pun bermunculan. Semoga proses
perkuliahan bisa merangsang mahasiswa untuk peka terhadap berbagai
masalah di masyarakat. Lebih jauh lagi, berusaha untuk mencari solusinya
melalui berbagai program kreativitas mahasiswa.
Jika upaya itupun kurang berhasil,
jangan-jangan, benar pula yang dikatakan oleh Prof Masrukhi tentang
“Inilah Lima Wajah Mahasiswa Indonesia, seperti diberitakan oleh
Kompas.com (28/9/2011). Lima wajah tersebut adalah idealis-konfrontatif,
idealis-realistis, oportunis, professional, dan rekreatif. “Prof.
Masrukhi menilai, saat ini banyak mahasiswa yang lebih berorientasi pada
gaya hidup“. Duh, apakah memang kondisinya seperti itu? Masa mahasiswa
datang ke kampus cuma untuk bergaya saja. Rasanya, masih ada mahasiswa
yang benar-benar belajar dan berkeinginan untuk meningkatkan
kemampuannya melalui pendidikan tinggi. Memang tersisa satu pertanyaan:
Seberapa banyak yang seperti itu?
*****
Btw, saat memenangkan hibah PKM dan
terpilih untuk mengikuti Pekan Ilmiah Mahasiswa Tingkat Nasional
(PIMNAS), ajang kreativitas pun bisa diselingi rekreasi karena
pelaksanaan PIMNAS biasanya di luar Jakarta.
Terakhir, setujukah Anda dengan sinyalemen bahwa mahasiswa itu lebih mengedepankan gaya hidup atau bersifat rekreatif saja?



0 komentar:
Posting Komentar